9.3.15

Gandhi, Sebuah Otobiografi [Mohandas K. Gandhi]



Rencana hidup Mark Boyle, penulis The Moneyless Man, berubah setelah membaca buku tentang Mahatma Gandhi. Kalau sebelumnya ia hendak masuk ke dunia usaha untuk mencari uang sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, maka setelahnya ia ingin menggunakan pengetahuan dan kemampuan apapun yang dimilikinya agar bisa memberi manfaat sosial yang positif. Ia pun masuk dalam usaha makanan organik hingga nantinya menjalankan eksperimen untuk hidup tanpa uang sama sekali selama setahun demi keyakinannya bahwa itu lebih baik bagi kehidupan sosial dan lingkungan hidup. Tapi itu cerita nanti.

Saya pun menjadi penasaran. Apa sih yang dilakukan Mahatma Gandhi sehingga dapat mengubah pemikiran Mark Boyle?

Di rumah ada buku lawas berjudul Gandhi, Sebuah Otobiografi, yang dialihbahasakan oleh Gd. Bagoes Oka dan diterbitkan oleh Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, bekerja sama dengan Yayasan Bali Canti Sena, Denpasar, dalam cetakannya yang ketiga, 1982. Sebelumnya buku ini diterbitkan oleh Yayasan Bali Canti Sena saja, pertama kali pada 1975 dan berikutnya pada 1978. Sayangnya, tahun kapan Gandhi menulis autobiografi ini tidak tercantum dalam buku ini. Saya hanya bisa mengira-ngira bahwa yang jelas autobiografi ini ditulis sebelum tahun kematian penulisnya, yaitu 1948, dan pada waktu itu perjuangan Gandhi telah dikenal oleh khalayak sebagaimana yang disebutkan dalam buku ini.

Setelah membaca autobiografinya, saya merasa ia hampir seperti seorang nabi, begitu mulia dan menyampaikan kata-katanya dengan lembut pada orang lain, dan khususnya karena pilihannya untuk hidup sesederhana mungkin, mendekati kaum yang paling dianggap rendah oleh masyarakat, dan tentu saja, pengabdiannya yang tulus pada masyarakat. Karena keterbatasan pemahaman saya akan politik, sosial, dan semacamnya yang banyak pula diceritakan dalam buku ini, saya cenderung melihat apa yang diperbuat Gandhi mengenai pribadinya.

Di samping karena kepercayaannya, makanannya hanya berupa sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan. Ia sering melakukan puasa. Ia pernah menetapkan dirinya tidak boleh menyantap lebih dari lima macam makanan dalam sehari. Bahkan sewaktu sakit keras dan disarankan oleh dokter untuk meminum kaldu, susu, atau telur—produk-produk hewani—ia bersikukuh menolaknya. Prinsip demikian diterapkannya juga pada keluarganya. Sebagai gantinya, ia menggunakan hidropati sebagai pengobatan alternatif kendati adakalanya tidak mujarab. Menurutnya, apa yang dimasukkan ke dalam perut sangat berperan dalam mengendalikan nafsu duniawi. Ini berhubungan dengan paham brahmacharia yang dianutnya, yang secara harfiah berarti tingkah laku yang menuntun seseorang kepada Tuhan, sedangkan secara teknis berarti pengekangan diri terutama penguasaan/pengendalian organ seksual.

Pernah pada suatu masa dalam hidupnya, berkat jasanya pada masyarakat, ia menerima begitu banyak hadiah. Hadiah itu malah diserahkannya pada bank untuk digunakan apabila sewaktu-waktu ada masyarakat yang membutuhkan. Anak-anaknya bisa menerima, tapi istrinya tidak. Istrinya menghendaki perhiasan yang memang dihadiahkan untuk dipakainya sendiri. Namun karena prinsipnya, Gandhi terus-terusan membujuk istrinya agar melepaskan harta tersebut.

Sewaktu baru tinggal di Afrika Selatan, ia ditolak duduk di gerbong kereta kelas satu hanya karena kulitnya yang berwarna. Padahal ia sudah membayar dengan harga sepantasnya. Karena tidak terima, ia ditinggalkan di stasiun berikutnya. Peristiwa tersebut menjadi awal dari perjuangannya melawan ketidakadilan. Namun setelahnya justru ia menghendaki bepergian dengan kelas tiga. Dengan begitu ia merasakan kedekatan dengan rakyat jelata, sekaligus bersinggungan dengan masalah yang nyata. Ia juga membangun komunitas-komunitas tempat orang bahu-membahu menyokong kehidupan bersama.

Puncaknya barangkali ketika ia memelopori gerakan ahimsa (nonkekerasan) dan swadesi dalam upaya menyingkirkan kolonialisasi Inggris atas India. Sebelum membaca autobiografinya, swadesi tampaknya satu-satunya hal yang saya ketahui tentang Gandhi karena berkali-kali menjadi hafalan dalam pelajaran IPS sewaktu SD. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, swadesi yaitu gerakan yang menganjurkan agar menggunakan barang-barang buatan sendiri. Salah satu upayanya dalam hal ini adalah dengan mencari jentera sampai ke pelosok India dan mengupah para tukang untuk mengurus kapas agar masyarakat dapat memulai membuat pakaiannya sendiri.

Prinsip-prinsipnya ini disebutnya sebagai eksperimen menuju Kebenaran. Ia seorang Hindu. Ia menghormati Kristen dan Islam, di samping terus memperdalam agamanya sendiri. Namun tuhannya, sebagaimana dikatakannya dalam halaman 444, adalah Kebenaran.

Di samping semangat asketisismenya itu, yang tidak kalah menakjubkan bagi saya ialah pada mulanya ia pemuda canggung dan pemalu. Ia disekolahkan ke Inggris supaya menjadi ahli hukum. Namun dalam masa awal praktiknya bertahun-tahun kemudian, ia bahkan tidak mampu berbicara saat persidangan. Ia merasa grogi saat harus berbicara di hadapan banyak orang. Sikap malunya ini tetap ada bahkan sewaktu namanya sudah dikenal. Namun hasratnya yang begitu besar untuk memperjuangkan keadilan dan mengabdi pada masyarakat tampaknya mengesampingkan kekurangannya itu.

Meski begitu, ada juga beberapa pandangannya yang tidak sesuai dengan saya, katakanlah, sehubungan dengan perbedaan kepercayaan. Adakalanya ia terlalu keras dengan prinsip-prinsipnya sendiri sehingga menimbulkan konflik dengan orang lain, atau mengakibatkan penderitaan bagi dirinya sendiri, dan ia menginsafi pula sifatnya itu. Jangankan dengan saya. Michael Hart tidak memasukkannya ke dalam Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia antara lain atas pertimbangan bahwa pengaruh dari gerakannya itu tidaklah sebesar yang dibayangkan, kendati ia tergolong ke dalam Orang-orang Terhormat. Winston Churcill menyebutnya naked fakir. Pembunuhnya, seorang Hindu-India yang militan, menganggapnya terlalu memihak pada Islam. Bagaimanapun juga, bagi saya hal-hal tersebut tidak memungkiri hal-hal lainnya yang patut diteladani dari dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar