Rencana hidup Mark Boyle, penulis The Moneyless Man, berubah setelah
membaca buku tentang Mahatma Gandhi. Kalau sebelumnya ia hendak masuk ke dunia
usaha untuk mencari uang sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, maka
setelahnya ia ingin menggunakan pengetahuan dan kemampuan apapun yang
dimilikinya agar bisa memberi manfaat sosial yang positif. Ia pun masuk dalam
usaha makanan organik hingga nantinya menjalankan eksperimen untuk hidup tanpa
uang sama sekali selama setahun demi keyakinannya bahwa itu lebih baik bagi
kehidupan sosial dan lingkungan hidup. Tapi itu cerita nanti.
Saya pun menjadi penasaran. Apa sih yang
dilakukan Mahatma Gandhi sehingga dapat mengubah pemikiran Mark Boyle?
Di rumah ada buku lawas berjudul Gandhi, Sebuah Otobiografi, yang
dialihbahasakan oleh Gd. Bagoes Oka dan diterbitkan oleh Penerbit Sinar
Harapan, Jakarta, bekerja sama dengan Yayasan Bali Canti Sena, Denpasar, dalam
cetakannya yang ketiga, 1982. Sebelumnya buku ini diterbitkan oleh Yayasan Bali
Canti Sena saja, pertama kali pada 1975 dan berikutnya pada 1978. Sayangnya, tahun
kapan Gandhi menulis autobiografi ini tidak tercantum dalam buku ini. Saya
hanya bisa mengira-ngira bahwa yang jelas autobiografi ini ditulis sebelum
tahun kematian penulisnya, yaitu 1948, dan pada waktu itu perjuangan Gandhi
telah dikenal oleh khalayak sebagaimana yang disebutkan dalam buku ini.
Setelah membaca autobiografinya, saya
merasa ia hampir seperti seorang nabi, begitu mulia dan menyampaikan
kata-katanya dengan lembut pada orang lain, dan khususnya karena pilihannya
untuk hidup sesederhana mungkin, mendekati kaum yang paling dianggap rendah
oleh masyarakat, dan tentu saja, pengabdiannya yang tulus pada masyarakat. Karena
keterbatasan pemahaman saya akan politik, sosial, dan semacamnya yang banyak
pula diceritakan dalam buku ini, saya cenderung melihat apa yang diperbuat
Gandhi mengenai pribadinya.
Di samping karena kepercayaannya,
makanannya hanya berupa sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan. Ia
sering melakukan puasa. Ia pernah menetapkan dirinya tidak boleh menyantap
lebih dari lima macam makanan dalam sehari. Bahkan sewaktu sakit keras dan
disarankan oleh dokter untuk meminum kaldu, susu, atau telur—produk-produk
hewani—ia bersikukuh menolaknya. Prinsip demikian diterapkannya juga pada
keluarganya. Sebagai gantinya, ia menggunakan hidropati sebagai pengobatan
alternatif kendati adakalanya tidak mujarab. Menurutnya, apa yang dimasukkan ke
dalam perut sangat berperan dalam mengendalikan nafsu duniawi. Ini berhubungan
dengan paham brahmacharia yang
dianutnya, yang secara harfiah berarti tingkah laku yang menuntun seseorang
kepada Tuhan, sedangkan secara teknis berarti pengekangan diri terutama
penguasaan/pengendalian organ seksual.
Pernah pada suatu masa dalam hidupnya,
berkat jasanya pada masyarakat, ia menerima begitu banyak hadiah. Hadiah itu
malah diserahkannya pada bank untuk digunakan apabila sewaktu-waktu ada
masyarakat yang membutuhkan. Anak-anaknya bisa menerima, tapi istrinya tidak.
Istrinya menghendaki perhiasan yang memang dihadiahkan untuk dipakainya
sendiri. Namun karena prinsipnya, Gandhi terus-terusan membujuk istrinya agar
melepaskan harta tersebut.
Sewaktu baru tinggal di Afrika Selatan,
ia ditolak duduk di gerbong kereta kelas satu hanya karena kulitnya yang
berwarna. Padahal ia sudah membayar dengan harga sepantasnya. Karena tidak
terima, ia ditinggalkan di stasiun berikutnya. Peristiwa tersebut menjadi awal
dari perjuangannya melawan ketidakadilan. Namun setelahnya justru ia
menghendaki bepergian dengan kelas tiga. Dengan begitu ia merasakan kedekatan
dengan rakyat jelata, sekaligus bersinggungan dengan masalah yang nyata. Ia
juga membangun komunitas-komunitas tempat orang bahu-membahu menyokong
kehidupan bersama.
Puncaknya barangkali ketika ia
memelopori gerakan ahimsa (nonkekerasan) dan swadesi dalam upaya menyingkirkan
kolonialisasi Inggris atas India. Sebelum membaca autobiografinya, swadesi
tampaknya satu-satunya hal yang saya ketahui tentang Gandhi karena berkali-kali
menjadi hafalan dalam pelajaran IPS sewaktu SD. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.1, swadesi yaitu gerakan yang
menganjurkan agar menggunakan barang-barang buatan sendiri. Salah satu upayanya
dalam hal ini adalah dengan mencari jentera sampai ke pelosok India dan
mengupah para tukang untuk mengurus kapas agar masyarakat dapat memulai membuat
pakaiannya sendiri.
Prinsip-prinsipnya ini disebutnya
sebagai eksperimen menuju Kebenaran.
Ia seorang Hindu. Ia menghormati Kristen dan Islam, di samping terus
memperdalam agamanya sendiri. Namun tuhannya, sebagaimana dikatakannya dalam
halaman 444, adalah Kebenaran.
Di samping semangat asketisismenya itu,
yang tidak kalah menakjubkan bagi saya ialah pada mulanya ia pemuda canggung
dan pemalu. Ia disekolahkan ke Inggris supaya menjadi ahli hukum. Namun dalam
masa awal praktiknya bertahun-tahun kemudian, ia bahkan tidak mampu berbicara
saat persidangan. Ia merasa grogi saat harus berbicara di hadapan banyak orang.
Sikap malunya ini tetap ada bahkan sewaktu namanya sudah dikenal. Namun
hasratnya yang begitu besar untuk memperjuangkan keadilan dan mengabdi pada
masyarakat tampaknya mengesampingkan kekurangannya itu.
Meski begitu, ada juga beberapa
pandangannya yang tidak sesuai dengan saya, katakanlah, sehubungan dengan
perbedaan kepercayaan. Adakalanya ia terlalu keras dengan prinsip-prinsipnya
sendiri sehingga menimbulkan konflik dengan orang lain, atau mengakibatkan
penderitaan bagi dirinya sendiri, dan ia menginsafi pula sifatnya itu. Jangankan
dengan saya. Michael Hart tidak memasukkannya ke dalam Seratus Tokoh Paling
Berpengaruh di Dunia antara lain atas pertimbangan bahwa pengaruh dari gerakannya
itu tidaklah sebesar yang dibayangkan, kendati ia tergolong ke dalam
Orang-orang Terhormat. Winston Churcill menyebutnya naked fakir. Pembunuhnya, seorang Hindu-India yang militan,
menganggapnya terlalu memihak pada Islam. Bagaimanapun juga, bagi saya hal-hal
tersebut tidak memungkiri hal-hal lainnya yang patut diteladani dari dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar