Dalam jambore yang diadakannya, Dale
membuat labirin jagung yang tidak biasa. Labirin jagung yang biasanya itu
berupa maze, yang berarti jalannya
lebih berlika-liku dengan pojok-pojok yang buntu. Adapun labirin kali ini
adalah sebenar-benarnya labirin—labyrinth—yang
berarti jalannya biarpun berkelak-kelok namun hanya satu dan menuju ke tempat
tertentu. Selain itu, labirin kali ini didasarkan pada mitologi Yunani. Peserta
harus masuk sendiri-sendiri sembari membawa sebuah lempengan (trivet) atau disebut juga Cakram
Phaistos (Phaistos Disk). Mengetahui
aturannya begitu, orang-orang mengurungkan niatnya untuk masuk. Kecuali Jim. Di
samping simpatinya pada temannya, Dale, yang telah bersusah payah membangun
labirin tersebut, serta perasaan sepi, bosan, dan ganjil kalau kembali ke rumah
saja (it was lonely at home, where the TV
had been broken for a week, and the tap water had begun to taste oddly of
blood), sepertinya ia punya maksud lain. Jim pun memasuki labirin itu
dengan membawa cakram yang beratnya bikin capek saja. Seiring dengan
perjalanannya, ia mendengar suara orang-orang di luar labirin membicarakannya.
Mula-mula mereka membicarakan tingkahnya yang pengecut sewaktu ada kebakaran
kecil di acara hayride tahun lalu.
Namun setelahnya orang-orang malah balik memuji keberaniannya memasuki labirin
itu. Meski begitu, tiap kali Jim menghentikan langkahnya untuk mendengarkan
baik-baik, obrolan itu tidak berlanjut. Begitulah seterusnya hingga Jim
memutuskan untuk berjalan saja sambil mendengarkan pujian orang-orang untuknya
yang lama-lama terasa berlebihan. Selain itu, ketika ia mencoba untuk berbalik
arah, cakram yang dibawanya seperti menahannya, memaksanya untuk melanjutkan
perjalanan (drawn all the while by the
trivet, which seemed towed on a wire). Akhirnya sampailah ia di pusat
labirin itu dan menemukan sebuah ceruk seukuran manusia yang seakan
dipersiapkan untuk memuat dirinya. Cakram itu semakin kuat menariknya ke arah
ceruk itu, bagaimanapun ia bersikeras menahannya. Tapi ia tidak ingin
meletakkan cakram itu juga karena Dale telah berpesan agar ia menjaganya
baik-baik. Setelahnya ia menyadari kalau ia tersangkut semacam akar. Namun
ketika ia berteriak meminta bantuan, seiring dengan cakram itu mulai
mencengkeram dadanya, ia menyadari kalau dirinya sendirian saja. Lalu ia
bertemu Minotaur— monster berkepala sapi dan bertubuh manusia dalam mitologi
Yunani yang memakan pemuda-pemudi Athena yang dikorbankan untuknya di Labirin
Kreta.
sumber |
Cerpen ini dimuat di The New Yorker pada 16 Februari 2015.
Bahasa Inggrisnya cenderung tidak baku sehingga terkesan ringan dan santai
dengan narator orang pertama yang notabene warga sebuah kota kecil di Amerika Serikat
(AS). Selain beberapa unsur dalam mitologi Yunani seperti Phaistos Disk dan Minotaur, dalam cerpen ini terdapat juga beberapa
istilah yang merupakan tradisi khas AS—disebut juga Americana—seperti hayride (acara
beramai-ramai menaiki truk berjalan yang bagian belakangnya dilapisi jerami), cakewalk (permainan menciptakan gerakan
kaki semenarik mungkin yang pemenangnya mendapat hadiah berupa cake), serta corn maze alias labirin jagung itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia
hanya terdapat satu kata untuk menyebut baik maze maupun labyrinth
yaitu “labirin”, sedangkan pada cerpen ini diterangkan kalau keduanya ternyata
berbeda. Maze itu multicursal—memiliki banyak jalan yang
bisa jadi menyesatkan, sedangkan labyrinth
itu unicursal—hanya ada satu jalan
sehingga tidak mungkin tersasar (biarpun begitu, kalau labirinnya seperti
labirin dalam cerpen ini sih ogah juga masuk terus ketemu Minotaur, hiii…!).
Dengan petunjuk dari Dale bahwa labirin
ini dapat memberikan kita hal yang paling kita inginkan di dunia ini (in the center you discover the one thing you
must desire in the world), mudah untuk mengerti maksud di balik adanya
suara-suara yang didengar Jim sepanjang perjalanan menyusurinya. Motif Jim yang
semula sekadar hendak menyenangkan temannya berkembang menjadi ingin dianggap
sebagai pemberani. Apalagi kemudian ada petunjuk dari gunjingan orang-orang
sesaat setelah ia berangkat bahwa ia pernah berbuat hal memalukan pada acara
sebelumnya, yaitu melarikan diri ketika ada kebakaran kecil. Labirin ini lantas
menjadi semacam pembuktian baginya bahwa ia bukanlah seorang pengecut. Namun
rupanya labirin ini tidak sekadar menyingkap keinginan, tapi juga memendam
kejutan mengerikan di akhirnya. Dari hasil penelusuran saya atas cerpen ini di
Google, ada beberapa pembaca yang mengeluhkan akhirannya tersebut. Ada yang bagaimanapun
juga menikmatinya saja secara keseluruhan seperti saya. (Saya juga tidak
mempermasalahkan akhirannya itu sih, malah saya penasaran apakah Minotaur itu
benar-benar akan memakan Jim dan bagaimana reaksi orang-orang di luar labirin
apabila Jim tidak kunjung keluar dari labirin itu. Lagipula menyenangkan bisa
menebak motif tersirat dari petunjuk-petunjuk yang diberikan.) Ada juga yang
tidak puas karena mutu cerpen itu sendiri untuk media sekelas The New Yorker, di samping reputasi
penulisnya yang dikenal sebagai hipster
darling.
Bagaimanapun juga, gagasan dalam cerpen
ini yaitu mengambil unsur dari mitologi kuno dan menempatkannya dalam latar
kontemporer dan tradisi lokal menarik juga untuk dicoba sebagai latihan mengarang fiksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar