Dalam 128 halaman, buku terbitan CV Sulita,
Bandung, ini memaparkan tentang Islam (sebab penamaan Islam, arti kata Islam,
kekufuran—sifat dan bahayanya, faedah Islam), keimanan pada Tuhan dan ketaatan
kepada-Nya (pengetahuan dan pentingnya iman serta pengakuan untuk taat pada
Tuhan, pengertian iman, cara mendapatkan ilmu pengetahuan, iman kepada yang
tidak diketahui), kenabian (sifatnya, cara mengetahui nabi yang sebenarnya, menaati
nabi, perlunya iman kepada nabi, riwayat ringkas tentang kenabian, kenabian
Muhammad Saw, bukti kerasulan Muhammad Saw, kenabian terakhir), rukun iman
(perincian iman, beriman kepada Tuhan, arti lailaha ilallah dan pengertian yang
sebenarnya, pengaruh tauhid atas kehidupan seseorang, iman kepada malaikat,
iman kepada kitab-kitab Tuhan, iman kepada rasul-rasul Tuhan, iman kepada hari
akhirat, perlunya mempercayai hari akhirat, kebenaran iman kepada hari akhirat),
peribadahan dalam Islam (rukun Islam; semangat dari ibadah, sembahyang, puasa,
zakat, haji, mempertahankan Islam), lalu kembali pada soal iman dan hukum agama
(sumber-sumber hukum agama, fikih, tasawuf, syariat hukum Islam, dasar-dasar
syariat Islam, macam-macam hak, hak Tuhan, hak perorangan, hak orang lain, hak
semua makhluk, hukum abadi dan universal).
Barangkali permasalahan dalam pembacaan
sepenuhnya dari diri saya sendiri yang biarpun generasi muda tapi pikirannya
sudah berkabut serta kecerdasannya telah melapuk, atau karena buku ini diterbitkan
pada 1967—hampir separuh abad lalu, dengan ejaan yang belum disempurnakan (y =
j, d = dj, c = tj, dst.) dan gaya tutur seperti khatib yang sudah sangat sepuh,
sehingga memang nyata hambatan dalam bahasa. Buku ini tidak cukup dibaca sekali
apalagi sepintas lalu saja.
Dari subbab tentang cara mendapatkan ilmu
pengetahuan, misalnya, ada pernyataan yang mengena bagi saya namun setelah
dibaca ulang sebetulnya membingungkan: Untuk
merumuskan satu undang-undang dengan hanja memakai otak manusia jang sesuai
dengan keinginan Tuhan, adalah pekerdjaan yang maha berat. Bila seseorang
mempunjai perasaan jang dalam dan kebidjaksanaan jang tinggi, mungkin ia
beberapa tahun mempunjai pengalaman, menegakkan pendapat jang sah dalam hal-hal
jang mengenai kehidupan, ia masih djuga tidak akan mempunjai kejakinan bahwa ia
telah mempunyai kepertjajaan penuh (halaman 29). Kalimat terakhir dalam
paragraf itu sulit dipahami tanpa membaca kalimat sebelumnya. Maksud “dengan hanja memakai otak manusia jang
sesuai dengan keinginan Tuhan” itu juga bukannya bisa dipahami saya
seutuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar