27.2.15

Menudju Pengertian Islam [S. Abul Ala Maududi]

Agak sulit membaca buku ini padahal penjelasannya mungkin sederhana saja, mendasar, maksudnya, bagi siapapun yang beragama Islam dan pernah mendapatkan pelajaran Pendidikan Agama Islam semasa sekolah, uraian dalam buku ini bukan hal asing lagi, malah seharusnya dapat menambah pemahaman.

Dalam 128 halaman, buku terbitan CV Sulita, Bandung, ini memaparkan tentang Islam (sebab penamaan Islam, arti kata Islam, kekufuran—sifat dan bahayanya, faedah Islam), keimanan pada Tuhan dan ketaatan kepada-Nya (pengetahuan dan pentingnya iman serta pengakuan untuk taat pada Tuhan, pengertian iman, cara mendapatkan ilmu pengetahuan, iman kepada yang tidak diketahui), kenabian (sifatnya, cara mengetahui nabi yang sebenarnya, menaati nabi, perlunya iman kepada nabi, riwayat ringkas tentang kenabian, kenabian Muhammad Saw, bukti kerasulan Muhammad Saw, kenabian terakhir), rukun iman (perincian iman, beriman kepada Tuhan, arti lailaha ilallah dan pengertian yang sebenarnya, pengaruh tauhid atas kehidupan seseorang, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab Tuhan, iman kepada rasul-rasul Tuhan, iman kepada hari akhirat, perlunya mempercayai hari akhirat, kebenaran iman kepada hari akhirat), peribadahan dalam Islam (rukun Islam; semangat dari ibadah, sembahyang, puasa, zakat, haji, mempertahankan Islam), lalu kembali pada soal iman dan hukum agama (sumber-sumber hukum agama, fikih, tasawuf, syariat hukum Islam, dasar-dasar syariat Islam, macam-macam hak, hak Tuhan, hak perorangan, hak orang lain, hak semua makhluk, hukum abadi dan universal).

Barangkali permasalahan dalam pembacaan sepenuhnya dari diri saya sendiri yang biarpun generasi muda tapi pikirannya sudah berkabut serta kecerdasannya telah melapuk, atau karena buku ini diterbitkan pada 1967—hampir separuh abad lalu, dengan ejaan yang belum disempurnakan (y = j, d = dj, c = tj, dst.) dan gaya tutur seperti khatib yang sudah sangat sepuh, sehingga memang nyata hambatan dalam bahasa. Buku ini tidak cukup dibaca sekali apalagi sepintas lalu saja.

Dari subbab tentang cara mendapatkan ilmu pengetahuan, misalnya, ada pernyataan yang mengena bagi saya namun setelah dibaca ulang sebetulnya membingungkan: Untuk merumuskan satu undang-undang dengan hanja memakai otak manusia jang sesuai dengan keinginan Tuhan, adalah pekerdjaan yang maha berat. Bila seseorang mempunjai perasaan jang dalam dan kebidjaksanaan jang tinggi, mungkin ia beberapa tahun mempunjai pengalaman, menegakkan pendapat jang sah dalam hal-hal jang mengenai kehidupan, ia masih djuga tidak akan mempunjai kejakinan bahwa ia telah mempunyai kepertjajaan penuh (halaman 29). Kalimat terakhir dalam paragraf itu sulit dipahami tanpa membaca kalimat sebelumnya. Maksud “dengan hanja memakai otak manusia jang sesuai dengan keinginan Tuhan” itu juga bukannya bisa dipahami saya seutuhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar